STRUKTUR FLORISTIK EKOSISTEM HUTAN RAWA GAMBUT PROPINSI RIAU
Oleh Dr. Elfis, M.Si. (elfisuir@ymail.com) Posting 02 Juni 2010
1. Komposisi Floristik Hutan Rawa Gambut
Hutan rawa gambut merupakan kombinasi tipe hutan formasi klimatis (climatic formation) dengan tipe hutan formasi edaphis (edaphic formation). Faktor iklim yang mempengaruhi pembentukan vegetasi adalah temperatur, kelembaban, intensitas cahaya dan angin. Hutan rawa gambut terdapat pada daerah-daerah tipe iklim A dan B dan tanah organosol dengan lapisan gambut setebal 50 cm atau lebih. Pada umumnya terletak di antara hutan rawa dengan hutan hujan (Direktorat Jenderal Kehutanan, 1976). Menurut Soerianegara (1977) dan Zuhud serta Haryanto (1994), hutan ini tumbuh di atas tanah gambut yang tebalnya berkisar 1 – 2 meter dan digenangi air gambut yang berasal dari air hujan (miskin hara, oligotrofik) dengan jenis tanah organosol.
Di Indonesia tipe hutan rawa gambut ini terdapat di dekat pantai timur Pulau Sumatera dan merupakan jalur panjang dari Utara ke Selatan sejajar dengan pantai timur, di Kalimantan mulai dari bagian utara Kalimantan Barat sejajar pantai memanjang ke Selatan dan ke Timur sepanjang pantai selatan sampai ke bagian hilir Sungai Barito. Di samping itu terdapat pula hutan rawa gambut yang luas di bagian selatan Papua. Tegakan hutan pada hutan rawa gambut ini selalu hijau dan mempunyai beberapa lapisan tajuk. Jenis-jenis pohon yang banyak terdapat pada tipe hutan ini diantaranya adalah Alstonia spp, Tristania spp, Eugena spp, Cratoxylon arborescens, Tetramerista glabra, Dactylocladus stenostacys, Diospyros spp dan Myristica spp. Jenis-jenis pohon terpenting yang terdapat pada formasi hutan rawa gambut adalah : Campnosperma sp., Alstonia sp., Cratoxylon arborescens, Jackia ornata dan Ploiarium alternifolium) (Soerianegara, 1997; Richard, 1972; Whitmore, 1986).
Selanjutnya penelitian Anderson (1976) yang dilakukan di Sungai Seangau, Kalimantan Tengah di sepanjang jalur (kurang lebih 8 km) dari pinggir sungai ke arah gambut , ditemukan tipe-tipe hutan rawa gambut yaitu : padang tepi sungai (riverian padangs) berjarak kurang lebih 300 meter, hutan gambut campuran (mixed swamp forest) berjarak 2 km sampai 4,5 km dari sungai serta padang gambut berjarak 5,75 km sampai 7,75 km. Jenis yang mendominasi pada hutan gambut campuran adalah ramin (Gonystylus bancanus).
Menurut Witaatmojo (1975) pada hutan rawa gambut umumnya ada tiga lapisan tajuk, yaitu lapisan tajuk teratas yang dibentuk oleh jenis-jenis ramin (Gonystylus bancanus), mentibu (Dactylocladus stenostachys), jelutung (Dyera lowii), pisang-pisang (Mezzetia parviflora), nyatoh (Palaqium spp), durian hutan (Durio sp), kempas (Koompassia malaccensis) dan jenis-jenis yang umumnya kurang dikenal. Lapisan tajuk tengah yang pada umunya dibentuk oleh jenis jambu-jambuan (Eugenia sp), pelawan (Tristania sp), medang (Litsea spp), kemuning (Xantophyllum spp), mendarahan (Myristica spp) dan kayu malam (Diospyroy spp). Sedangkan lapisan tajuk terbawah terdiri dari jenis suku Annonaceae, anak-anakan pohon dan semak dari jenis Crunis spp, Pandanus spp, Zalaca spp dan tumbuhan bawah lainnya. Tumbuhan merambat diantaranya Uncaria spp.
2. Struktur Floristik Hutan Rawa Gambut
Menurut Mueller-Dumbois dan Ellenberg (1974) menyatakan bahwa struktur vegetasi adalah organisme dalam ruang dan individu-individu yang membentuk suatu tegakan dengan elemen-elemen primer seperti bentuk hidup, stratifikasi, dan penutupan tajuk. Menurut Ibie (1997) struktur tegakan dapat ditinjau dari dua bentuk yaitu struktur tegakan vertikal dan struktur tegakan horizontal. Struktur tegakan vertikal oleh Ricard (1984) dinyatakan sebagai sebaran jumlah pohon dalam berbagai lapisan tajuk. Struktur tegakan horizontal merupakan gambaran sebaran jenis pohon dengan dimesinya yaitu diameter pohon dalam suatu kawasan hutan atau distribusi ruang areal populasi dan individu-individu dan kelimpahan (kelimpahan masing-masing jenis dalam komunitas) (Kersaw,1964; Mauricio, 1987; Köhler, et al. 2001; Kellman, 1970 dan Ewel, 1980).
Oliver dan Larson (1990), menjelaskan bahwa struktur tegakan adalah sebaran sementara fisik pohon dalam suatu tegakan. Sebaran dapat digambarkan berdasarkan (a) jenis pohon, (b) bentuk ruang horizontal dan vertikal, (c) besarnya pohon atau bagian pohon yang mencakup volume tajuk, luas kanopi, (d) umur pohon, (e) kombinasi dari kondisi-kondisi yang telah disebutkan sebelumnya.
Selanjutnya Mueller et al. (1974) berdasarkan tingkatannya membagi struktur vegetasi menjadi lima aspek, yaitu : fisiognomi vegetasi, struktur biomassa, struktur bentuk hidup, struktur floristik dan struktur tegakan. Kelima tingkatan tersebut tergabung kedalam satu susunan yang bertingkat, dalam hal ini tingkat pertama termasuk kedalam tingkat kedua, tingkat kedua kedalam tingkat ketiga dan seterusnya. Jadi kelima konsep struktur vegetasi tersebut hanya menggambarkan perbedaan tingkatan secara umum, dengan tingkat pertama paling umum dan tingkat kelima paling rinci.
Michon (1993) menyatakan bahwa studi profil arsitektur (stratifikasi) merupakan salah satu metode deskripsi dan analisis yang digunakan untuk ekosistem hutan di daerah tropis. Dalam profil arsitektur komunitas tumbuhan akan terlihat adanya keragaman arsitektur yang tinggi. Keragaman tersebut terjadi karena tipe-tipe habitus yang berbeda-beda seperti adanya pohon, semak belukar, rumput atau tumbuhan lain yang membentuk lapisan.
Pengetahuan menyangkut struktur tegakan ini dapat memberikan informasi mengenai dinamika poluasi suatu jenis atau kelompok jenis mulau dari tingkat semai, pancang, tiang dan pohon. Struktur tegakan hutan dapat memberikan informasi mengenai dinamika populasi suatu jenis atau kelompok jenis, mulai dari tingkat semai, pancang, tiang dan pohon. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa struktur tegakan dapat diduga tingkat mortalitas dan dengan mengetahui riap diameter pada tiap kelas diameter dapat diduga volume produksi pada rotasi tebang berikutnya berdasarkan asas kelestarian (Marsono dan Sastrosumarto, 1981).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar