Beragama ala pedagang selalu berorientasi pada hitung-hitungan laba dan rugi. Jika berbuat ini, maka akan mendapat itu. Jika bersedekah, maka akan beroleh hadiah. Pemuka agama bersalin rupa menjadi makelar surga. Dalil-dalil tentang pahala disodorkan dalam setiap kesempatan. Entah mereka tidak paham, atau memang itulah yang mereka pahami, berlomba-lomba dalam kebaikan dipahami sebagai berlomba-lomba menumpuk pahala menjadi anak-anak tangga menembus langit sampai ke pintu surga. Semakin tinggi anak tangga yang mereka pijak, semakin kecil segala sesuatu yang tampak jika mereka menoleh ke belakang--dan ke bawah. Mereka semakin lupa diri dan lalai menginjak bumi.
Tuhan tidak pernah berdusta ketika Dia berfirman bahwa kebaikan akan dibalas dengan kebaikan yang berlipat ganda. Kita saja yang tidak memahaminya secara jernih bahwa balasan kebaikan dari Tuhan itu adalah hadiah, imbalan, anugerah, karunia, atau apa pun namanya yang suka-suka Dia. Usia memang hanya berlaku untuk raga sehingga wajar saja jika banyak di antara kita yang berjiwa kekanak-kanakan meski raga sudah menua. Kita masih beragama dengan metode lolipop: mau disuruh ini-itu asalkan diberi permen atau uang jajan. Kita tidak mau menerima teori bahwa pada akhirnya bukan kebaikan dan pahala yang membawa kita sampai ke surga, melainkan keridhaan Tuhan
salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar