Minggu, 27 Februari 2011

Merekayasa Jamur untuk Memerangi Malaria

Strain rekayasa ini secara selektif menargetkan parasit dalam nyamuk, dan membiarkan jamur memerangi malaria ketika sudah dikenakan pada nyamuk yang sudah memiliki infeksi malaria lanjut.

Temuan terbaru oleh tim University of Maryland menunjukkan bahwa rekayasa genetik jamur, yang membawa gen bagi antibodi anti-malaria manusia atau racun kalajengking anti-malaria, bisa menjadi alat yang sangat efektif, spesifik dan ramah lingkungan untuk memerangi malaria, di saat efektivitas pestisida pembasmi nyamuk malaria mengalami penurunan.
Dalam sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Science edisi 25 Februari, para peneliti juga mengatakan bahwa pendekatan umum ini bisa digunakan untuk mengendalikan serangga atau kutu penyebab penyakit mematikan lainnya, seperti demam berdarah dan penyakit Lyme.
“Meskipun di sini ini digunakan untuk memerangi malaria, pendekatan transgenik jamur kami merupakan salah satu yang sangat fleksibel, yang memungkinkan desain dan pengiriman produk gen ditargetkan pada hampir semua arthropoda pembawa penyakit,” kata Raymond St. Leger, seorang profesor Entomologi di University of Maryland.
“Dalam studi saat ini kami menunjukkan bahwa penyemprotan nyamuk malaria dengan jamur, yang secara genetik diubah untuk menghasilkan molekul yang menargetkan penyebab malaria sporozoit, dapat mengurangi penularan penyakit terhadap manusia setidaknya lima kali lipat dibandingkan dengan menggunakan jamur tanpa-rekayasa,” kata St. Leger.
St. Leger, Weiguo Fang dan para koleganya di Johns Hopkins School of Public Health dan University of Westminster, London, menciptakan jamur transgenik anti-malaria dengan Metarhizium anisopliae, jamur yang secara alami menyerang nyamuk, dan kemudian memasukkan ke dalamnya gen untuk antibodi manusia atau racun kalajengking. Antibodi dan toksin tersebut secara khusus menargetkan parasit penyebab malaria, P. falciparum. Tim kemudian membandingkan tiga kelompok nyamuk yang kesemuanya terinfeksi parasit malaria. Pada kelompok pertama nyamuk disemprot dengan jamur transgenik, kelompok kedua  disemprot dengan strain jamur yang tidak direkayasi atau masih alami, dan kelompok ketiga  tidak disemprot sama sekali dengan jamur apapun.
Tim peneliti menemukan bahwa penyemprotan nyamuk dengan jamur transgenik secara signifikan mengurangi pengembangan parasit. Parasit penyebab malaria P. falciparum yang ditemukan di dalam kelenjar ludah hanya 25 persen dari nyamuk yang disemprot dengan jamur transgenik, dibandingkan dengan 87 persen dari nyamuk yang disemprot dengan strain jamur alami dan 94 persen dari nyamuk yang sama sekali tidak disemprot. Bahkan dalam 25 persen nyamuk yang masih memiliki parasit setelah disemprot dengan jamur transgenik, angka parasit berkurang lebih dari 95 persen dibandingkan dengan nyamuk yang disemprot dengan jamur alami.
“Sekarang kami telah menunjukkan efektivitas pendekatan ini dan membereskan beberapa regulasi pemerintah AS untuk produk Metarhizium transgenik, tujuan utama kami adalah membawa teknologi ini ke dalam uji coba lapangan di Afrika sesegera mungkin,” kata St, Leger. “Namun, kami juga ingin menguji beberapa kombinasi tambahan untuk memastikan bahwa kami telah mengoptimalkan patogen penghalang malaria ini.”
Mengingat bahwa University of Maryland telah merintis ilmu pengetahuan dan praktek menciptakan jamur transgenik, St. Leger mengatakan bahwa ia beserta para kolega di Maryland dan di kemitraan beberapa institusi sudah mulai bekerja untuk menciptakan jamur rekayasa genetik yang bisa digunakan untuk mengurangi transmisi penyakit lain, seperti penyakit Lyme dan gangguan tidur. Dalam pekerjaan terkait, mereka menggunakan pengkodean gen racun yang sangat spesifik untuk menghasilkan patogen hypervirulent, yaitu jenis pantogen yang mampu mengendalikan hama seperti belalang, kutu kasur dan kutu busuk.
“Serangga merupakan bagian penting dari keanekaragaman alam dan kesehatan lingkungan kita, tetapi interaksi kita dengan mereka tidak selalu untuk kepentingan kita,” kata St. Leger, yang secara luas dikenal dalam penelitian yang menggunakan serangga dan patogen mereka sebagai model untuk memahami bagaimana patogen bisa menyebabkan penyakit umum, beradaptasi serta berevolusi, dan dalam penerapan pemahaman pada penciptaan metode baru untuk secara aman mengurangi kerusakan tanaman, penularan penyakit dan dampak merusak dari serangga.
Tantangan Malaria
Infeksi akibat parasit penyebab malaria menghasilkan sekitar 240 juta kasus di seluruh dunia setiap tahunnya, dan menyebabkan lebih dari 850.000 kematian setiap tahunnya, sebagian besar adalah anak-anak, demikian menurut Organisasi Kesehatan Dunia. Sebagian besar kasus ini terjadi di sub-Sahara Afrika, namun penyakit ini pun hadir di 108 negara di seluruh dunia. Menyemprotkan kelambu dan dinding ruangan dengan insektisida merupakan strategi pencegahan utama di negara-negara berkembang, namun nyamuk secara perlahan menjadi resisten terhadap insektisida ini, membuat pencegahan ini menjadi tidak efektif.
“Strategi pencegahan malaria bisa sangat mengurangi beban penyakit di seluruh dunia, tapi, sebagaimana halnya nyamuk terus menjadi resisten terhadap metode yang digunakan saat ini, cara-cara baru dan inovatif untuk mencegah malaria akan diperlukan, kata para ahli.
Salah satu strateginya adalah membunuh nyamuk Anopheles dengan penyemprotan jamur patogen M. anisopliae. Penelitian sebelumnya oleh para ilmuwan dari Afrika, Belanda dan Inggris telah menemukan bahwa metode ini hampir menghilangkan penularan penyakit tetapi hanya ketika nyamuk disemprot segera setelah terinfeksi oleh parasit malaria. Kesulitan dalam strategi ini adalah bahwa ini memerlukan cakupan luas biopestisida jamur untuk memastikan infeksi awal, dan memastikan tidak  berkelanjutan dalam jangka panjang. Jika penyemprotan M. anisopliae ini membunuh nyamuk sebelum mereka memiliki kesempatan untuk mereproduksi dan melewati kerentanan mereka, nyamuk yang tahan terhadap jamur akan segera menjadi dominan dan penyemprotan ini tidak akan lagi efektif.
Pendekatan yang dikembangkan oleh St. Leger dan koleganya menghindari masalah tersebut karena strain rekayasa mereka secara selektif menargetkan parasit dalam nyamuk, dan membiarkan jamur memerangi malaria ketika sudah dikenakan pada nyamuk yang sudah memiliki infeksi malaria lanjut. Selain itu “Strain rekayasa kami ini memperlambat kemampuannya membunuh nyamuk untuk mencapai bagian output reproduksi mereka, serta mengurangi tekanan seleksi ketahanan terhadap biopestisida,” kata St. Leger.
“Nyamuk memiliki kemampuan luar biasa untuk berkembang dan beradaptasi sehingga mungkin tidak ada perbaikan permanen. Namun demikian, kombinasi transgenik kami saat ini bisa diterjemahkan ke dalam beberapa dekade tambahan penggunaan efektif jamur sebagai biopestisida anti-malaria.”
National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID), bagian dari Institut Kesehatan Nasional, mendanai penelitian ini.
Sumber Artikel: New Study Shows Ability of Transgenic Fungi to Combat Malaria & Other Bug-Borne Diseases (newsdesk.umd.edu)
Kredit: University of Maryland
Informasi lebih lanjut: W. Fang, J. Vega-Rodriguez, A. K. Ghosh, M. Jacobs-Lorena, A. Kang, R. J. St. Leger. Development of Transgenic Fungi That Kill Human Malaria Parasites in Mosquitoes. Science, 2011; 331 (6020): 1074 DOI: 10.1126/science.1199115
http://www.faktailmiah.com/2011/02/26/merekayasa-jamur-untuk-memerangi-malaria.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar