Minggu, 08 Januari 2012

Dangke, Bioteknologi Dari Tanah Endrekang

Dangke, Bioteknologi Dari Tanah Endrekang - Ilmu biologi, tepatnya bidang Bioteknologi dan Pengembangan Hasil Ternak mengalami pengaplikasiaan yang luar biasa justru di temukan di daerah paling ujung dari Sulawesi Selatan yaitu tepatnya didaerah kabupaten Endrekang yang berupa makanan tradisional bernama Dangke. Dangke ini merupakan produk olahan susu kerbau secara tradisional yang berasal dari Sulawesi Selatan. Daerah yang terkenal sebagai penghasil dangke di Sulawesi Selatan adalah kabupaten Enrekang, yaitu kecamatan Baraka, Anggeraja dan Alla’ .
Makanan tradisional dangke ini telah dikenal sejak tahun 1905 dan secara turun temurun di kerjakan oleh masyarakat kabupaten Endrekang. Nama dangke diduga berasal dari bahasa Belanda, yaitu dangk U yang berarti terima kasih, yang diucapkan oleh orang Belanda ketika mengkonsumsi produk olahan susu yang berasal dari susu kerbau ini. Dari kata dangk U inilah asal nama dangke untuk produk susu olahan rakyat kabupaten Enrekang ini Jika dilihat sekilas makanan ini seperti tahu, dengan warna putih bersih dan lelihatan kenyal / empuk. Tapi bahan dasarnya sanga berbeda jauh, jika tahu dari kedelai maka dangke dibuat dari susu kerbau (disebut Tedong oleh masyarakat lokal).
Dangke itu sendiri merupakan suatu produk olahan yang terbuat dari fermentasi susu kerbau yang dikerjakan secara tradisional melalui tehnik pembekuan melalui beberapa campuran bahan. Dangke dibuat dengan merebus campuran susu kerbau, garam, dan sedikit getah buah pepaya. Hasil rebusan tersebut kemudian disaring, dibuang airnya, dan kemudian dicetak sesuai bentuk yang diinginkan. Dangke dapat langsung disajikan atau diolah lagi menjadi variasi makanan lain seperti dangke bakar dan sejenisnya. Pembekuannya dilakukan dengan cara dimasak terlebih dahulu kemudian diberi enzim papain dari getah pepaya. Enzim inilah yang secara alamiah akan mengubah susu kerba itu menjadi padat akibat terjadinya pemisahan protein dan air. Disamping itu bukan Cuma dangkenya saja yang digemarim oleh masyarakat melainkan juga air rebusan dari dangke tersebut juga sangat digemari karena memiliki rasa serta aroma yang nikmat dan sangat cocok dinikmati di pagi hari dicampur dengan pisang goreng atau sanggara’
Enzim papain yang merupakan salah satu bahan utama pembuatan makanan tradisional ini diperoleh dengan cara menggores pepaya muda sehingga getahnya keluar.enzim ini berfungsi untuk menggumpalkan protein yang terdapat pada susu kerbau yang dibuat dangke dengan terlebih dahulu melalui proses pemanasan Setelah susu telah menggumpal, pemberian getah pepaya dihentikan agar rasa dangke tidak berubah menjadi pahit. Usai dimasak, adonan susu siap dicetak dalam tempurung kelapa yang dibelah menjadi dua bagian..
Jika telah membeku, dangke bisa langsung dimakan dengan cara diiris seperti keju lembaran . Rasanya gurih dengan warna putih kekuningan. Jika tak ingin memakannya langsung, dangke bisa dipanggang maupun digoreng. Aroma dangke memiliki kekhasan yang mengingatkan kita pada aroma keju parmesan. Dri segi tekstur, makanan tradisional dangke ini memiliki tekstur seperti tahu dan dari segi cita rasa makanan ini memiliki rasa yang mirip dengan keju (cheese). Disamping itu makanan dangke juga terkenal memiliki kandungan protein betakaroten yang cukup tinggi karena gumpalan yang menjadi dangke itu sendiri merupakan protein asli dari susu sapi. Menurut para mereka yang gemar dengan makanan ini, penyajiannya paling enak dinikmati jika ditambah dengan pulu mandoti (salah satu jenis beras ketan yang hanya ada di kecamatan baraka, kabupaten enrekang) yang ketika dimasak, aromanya bisa tercium sampai jarak 30 – 50 meter dari tempat memasaknya menurut yang sering dibahasakan olrh masyarakat di Kabaupaten ini. Aroma beras ini sangat wangi mirip aroma daun pandan.
Jika dilihat dari segi konsep serta prinsipnya maka sebenarnya aplikasi perkembangan ilmu biologi di Daerah Sulawesi Selatan dapat kita lihat dari pembuatan dangke ini. Dangke yang sejatinya merupakan produk asli dari bioteknologi, dibawa ke ranah ekonomi jika pengelolaan serta marketingnya bagus akan mendatangkan keuntungan dari segi finansial yang sangat besar bagi masyarakat mengelolanya yang lebih jauh lagi akan mendatangkan devisa yang tinggi bagi kemajuan daerah serta bangsa, akan tetapi kendala yang besar ketika kita ingin mengembangkan dangke ke skala industri yang besar yaitu bahwa jenis makanan ini sangat tidak tahan lama atau cepat rusak sebab jenis makanan ini sejatinya merupakan produk olahan susu yang sama sekali tampa bahan pengawet disamping juga pembuatannya yang masih sangat tradisional, kata salah seorang produsen dangke yang berdomisili di kecamatan Baraka yaitu Bapak Rustam yang sehari-harinyua berprofesi sebagai bujang sekolah di SDN NEG. 150 Baraka ini.
Menurut beliau, untuk menjadi seorang produsen dangke tidak musti harus menjadi seorang mahasiswa biologi. Karena beliau yang merupakan warga asli Baraka ini mneganggap bahwa jika ingin menjadi produsen dangke yang baik tiu seseorang tentunya harus memiliki beberapa ekor kerbau dan pengetahuan perawatannya, lahan rumput yang luas, dan tentunya modal nekat. Sebenarnya pemikiran seperti inilah yang musti kita reformasi di dunia perkuliahan jurusan biologi, karena biologi itu sendiri bukan ilmu sembarangan sebab ilmu ini berkaitan erat dengan kemaslahatan umat manusia. Meskipun sebenarnya ranah ini bukan sepenuhnya kajian pendidikan yang dwajibkan untuk jadi pendidik saja tidak yang lain tetapi asalkan bertitel dan bergelar MAHASISWA BIOLOGI kita memiliki kewajiban untuk ikut memberikan kontribusi untuk kemajuan bangsa bersama jangan menjadi seorang mahasiswa K (KAMAR, KAMPUS, KAMPUNG, DAN KAKUS).
Seperti yang sempat dibahasakan sebelumnya, potensi pengembangan industri dangke sangat menggiurkan. Namun jika kita hanya memiliki pemikiran seperti yang dimiliki oleh pak Rustam, maka potensi tersebut cuma akan menjadi angan-angan belaka dan tidak menutup kemungkinan Dangke yang merupakan salah satu ciri khas Endrekang dan Sulawesi Selatan akan berakhir sebagai sebuah Legenda mengingat pengaplikasian Bioteknologi tersebut butuh pengetahuan dan keahlian yang baik. Oleh karena itulah siapapun yang memiliki gelar mahasiswa biologi baik itu yang dari sains maupun pendidikan termasuk saya secara pribadi yang merupakan mahasiswa pendidikan biologi UIN ALAUDDIN makassar memiliki tanggung jawab moral untuk memperbaiki paradigma masyarakat agar berkembang kearah yang lebih maju dari sekarang agar nanti kita dapat mendengar AYAM JANTAN DARI TUMUR berkokok di seluruh pelosok Nusantara lagi dan majulah bangsa Indonesia kita yang tercinta ini.................................^_^
WASSALAMUALAIKUM WR. WB
Karya Muhammad Munsir Mahasiswa Pendidikan Biologi UIN alauddin Angkatan 2009 Semester 5
Artikel ini diikutkan dalam Lomba yang diadakan Oleh Biologi News dan disponsori Oleh Idblognetwork dan Blogger Nusantara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar