Otak kita adalah organ kita yang paling kompleks, sejauh ini, dan ia juga lokasi adaptasi bahasa yang paling penting. Sayangnya, pengetahuan kita mengenai organ kompleks ini jauh dari lengkap, dan tidak cukup untuk dapat menentukan bagaimana otak menghadapi bahasa, lebih dari sekedar tingkat anatomis.
Hanya ada satu hewan yang anatomi otaknya diketahui secara detil untuk menentukan fungsi eksaknya, dan hewan ini adalah nematoda Caenorhabditis elegans. Kita dapat mengikuti pertumbuhannya sel demi sel dan telah memetakan setiap sel syaraf dalam sistem syarafnya, termasuk otak. Bakat linguistik nematoda ini sayangnya terlalu kecil sehingga tidak dapat dibandingkan dengan otak manusia.
Studi fungsi otak memang telah maju dengan cepat dalam dekade terakhir, karena kemajuan teknologi baru yang non invasif seperti PET, MEG, ERP dan MRI, memungkinkan pencitraan fungsi otak. Tinjauan dan sintesis apa yang sekarang diketahui mengenai evolusi otak kita dapat ditemukan dalam buku Evolving Brains, karya Allman.
Evolusi otak bermula sangat awal dalam sejarah kita, di masa Prakambria. Leluhur bersama semua hewan bilateria (hewan yang simetris kiri-kanan) lebih mungkin memiliki sesuatu yang dapat kita sebut otak, walaupun otak sejati, yang jelas homolog dengan otak kita, merupakan ciri khas vertebrata.
Salah satu dari beberapa trend konsisten dalam evolusi adalah kemajuan menuju otak yang lebih besar dan lebih rumit, trend yang dapat dihubungkan dengan argumen Ng (1996) bahwa peningkatan kompleksitas di alam membantu evolusi apa yang disebut Ng (1996) sebagai “spesies rasional” dengan otak lebih besar namun keberadaan spesies rasional meningkatkan kompleksitas lingkungan lebih tinggi lagi bagi organisme lainnya, menciptakan loop umpan balik kompleksitas dan otak.
Bahkan demikian, tren menuju otak yang lebih besar ini hanya jelas dalam evolusi vertebrata. Ikan memiliki otak yang relatif kecil dan sederhana, namun modifikasi berarti terjadi dalam tiap langkah evolusi utama, mulai saat ikan pertama kali mendapatkan kaki dan pergi ke pantai. Pertumbuhan otak evolusioner terjadi baik lewat pembesaran struktur yang telah ada dan lewat penambahan struktur baru di atas struktur lama. Orang kadang merujuk pada bagian reptil otak kita. Ekspresi ini cukup benar karena bagian dari otak kita memang berkaitan dengan struktur yang umum kita lihat pada reptil. Di atas struktur reptil, mamalia dan burung secara mandiri mengevolusikan lapisan tambahan dengan kapasitas pemprosesan yang cukup besar. Otak burung pada dasarnya perluasan otak reptil, secara anatomis cukup berbeda dari otak mamalia, namun secara fungsional dapat dibandingkan, setidaknya sampai satu titik. Gambar di bawah menunjukkan hubungan antara ukuran otak dan ukuran tubuh berbagai kelas vertebrata. Perbedaan antara ikan dan reptil di satu sisi, dan burung dan mamalia di sisi lain, terlihat. Primata menumpuk sepanjang pinggir atas distribusi mamalia, dengan human bersama dengan lumba-lumba menjadi pencilan daripada yang lain.
Lapisan puncak mamalia disebut neokorteks. Ia berevolusi selama transisi reptil – mamalia sekitar 200 juta tahun lalu, sejajar dengan perubahan telinga. Ia bukan hanya lapisan tambahan jaringan otak, namun menambahkan prinsip organisasi baru, membuka jalan menuju peningkatan kompleksitas dan kekuatan prosesing. Detail asal usulnya belum cukup jelas, dengan setidaknya dua hipotesis bersaing, namun studi embriologi dengan teknik molekuler sedang dikembangkan untuk menjawabnya.
Struktur otak dasar dari semua mamalia adalah sama, dengan perbedaan umumnya hanya bersifat kuantitatif. Gambar di bawah menunjukkan beberapa contoh otak mamalia. Otak manusia tidak berbeda jauh dari yang lain, terpisah dari ukuran yang jauh lebih besar dari pada otak mamalia normal berbanding ukuran tubuh, namun seperti terlihat dalam gambar tersebut, otak lumba-lumba juga sebanding dengan kita dalam ukuran tubuh yang sama. Sebagian besar perbedaan ukuran otak antara berbagai mamalia dapat disebabkan oleh alometri ukuran tubuh (korelasi antara ukuran berbagai bagian tubuh, atau antara sebagian dengan keseluruhan). Namun tidak semua perbedaannya: primata secara umum, dan manusia khususnya, memiliki otak jauh lebih besar daripada yang dapat diramalkan oleh alometri.
Perbedaan ukuran tidak tersebar seragam di sepanjang otak. Neokorteks dan khususnya lobus prefrontal dipandang sejak lama sebagai spesialisasi manusia, bahkan lebih besar daripada yang dapat diramalkan sebagai pembesaran umum, dan menyusun sebagian besar otak manusia daripada primata lainnya. Studi terbaru pada otak kera justru gagal membuktikan hal ini dan menunjukkan kalau semua bagian otak manusia membesar serentak. Di sisi lain, baik Barton dan Harvey (2000) dan Clark et al (2001) menemukan pembesaran neokorteks saat membandingkan primata dengan insektivora.
Secara embriologis, penambahan jaringan otak pada manusia ini sangat dikendalikan oleh pola dan waktu pertumbuhan otak janin versus pertumbuhan tubuh, dengan pola ekspresi gen-gen homeobox berperan utama. Pada mamalia secara umum, otak tumbuh dengan cepat saat perkembangan janin awal, dan melambat kemudian. Pada manusia (dan beberapa primata lainnya) fase pertumbuhan cepat ini diperpanjang, menjadi ke awal anak-anak pada kasus manusia, membawa pada rasio ukuran otak berbanding tubuh yang besar, pola pertumbuhan yang kadang diistilahkan sebagai neoteni. Bila masalah langsung perpanjangan pertumbuhan, hasil yang diduga akan memang langsung berupa peningkatan alometris semua bagian, seperti di amati oleh Semendeferi dan Damasio (2000) dan lainnya. Logika perkembangan ini didukung oleh perbandingan alometrik dan embriologis yang dilaporkan oleh Finlay et al (2001)
Di atas perbedaan ukuran, juga telah ditemukan baru saja bahwa manusia dan kera memiliki tipe khusus sel syaraf, yang tidak ada pada mamalia lainnya. Sel syaraf proyeksi berbentuk jarum ini berada di korteks singulat anterior. Pada manusia, sel-sel ini sangat rentan pada Alzheimer dan penyakit degeneratif lainnya, petunjuk pada peran fungsi kognitif tingkat tinggi yang tersulit dihadapi oleh penyakit-penyakit ini.
Alasan mengapa ukuran otak relatif besar berevolusi pada primata tidak sepenuhnya jelas. Otak yang lebih besar diduga mencerminkan kognitif yang lebih baik, yang dalam sebagian besar konteks akan menguntungkan, namun manfaat ini paling tidak menyebabkan otak menjadi organ paling mahal secara metabolis untuk dipelihara.
Korelasi antara ukuran otak dan kognisi (atau kecerdasan) tidak cukup jelas pada Homo sapiens; namun jelas saat membandingkan berbagai spesies. Sebagian ukuran kerumitan otak dapat relevan disini, namun ukuran demikian yang ada jauh dari berguna secara operasional dalam konteks yang ada.
Hipotesis mengenai evolusi otak perlu menjelaskan mengapa primata menumbuhkan otak yang besar dan mengapa sebagian besar mamalia tidak. Ada tiga tipe hipotesis yang telah diajukan :
Hipotesis pembatasan energi
Otak tumbuh sehingga ia menghabiskan semua surplus energinya. Primata pemakan buah diduga memiliki lebih banyak energi berlebih ketimbang misalnya ruminantia pemakan rumput. Varian dari hipotesis ini adalah hipotesis energi ibu (maternal energy hypothesis) dimana pasokan energi dari ibu pada janin yang tumbuh menjadi faktor pembatas.
Hipotesis pengendalian oleh lingkungan
Hipotesis pengendalian oleh pola makan. Pemakan buah memerlukan kekuatan otak yang lebih besar untuk melacak dimanadan kapan buah yang matang tersedia, dan memilih buah lebih rumit daripada merumput atau mencari dedaunan. Walau begitu, tidak jelas kalau buah sulit dilacak dan ditangkap dibandingkan mangsa seperti karnivora. Karnivora memang memiliki otak yang lebih besar, lebih dari sebagian besar herbivora, namun tidak sebesar primata. Lebih jauh, sebagian besar primata bukanlah frugivora: kelompok ini termasuklah gorila, pemakan daun namun masih sangat cerdas.
Hipotesis pengendalian oleh navigasi. Hal ini terkait dengan kebutuhan kognitif pemakan buah di atas, namun berfokus pada salah satu versi yang khusus pada kebutuhan kognisi keruangan dan pembuatan peta mental, dan dalam versi lainnya mengenai kebutuhan kognitif mengenai kehidupan arboreal, memanjat pohon dengan aman namun tidak trivial untuk kera besar.
Hipotesis pengendalian oleh alat. Disarankan kalau evolusi kecerdasan manusia dikendalikan oleh alat juga termasuk kategori ini.
Hipotesis pengendalian oleh sosial
Sebagian besar primata hidup dalam kelompok sosial yang kompleks, dimana hubungan dengan (dan manipulasi) sesama berperan penting. Tidak seperti sebagian besar mamalia sosial, dimana hirarki dominasi cukup langsung; politik dan ikatan koalisi penting untuk kesuksesan primata mengendalikan evolusi apa yang disebut kecerdasan Machiavellian. Dan manusia hidup dalam masyarakat yang lebih besar dan lebih kompleks daripada primata lain, sehingga gaya seleksi ini akan sangat kuat pada kita. Hal ini dapat membawa pada perlombaan senjata berupa kekautan otak, namun menuntut pertanyaan darimana kompleksitas sosial itu sendiri berasal. Kesejajaran yang menarik adalah evolusi otak yang sama besar pada lumba-lumba dan paus kerabatnya, yang memiliki kompleksitas sosial yang sebanding. Dunbar (1996) telah menemukan korelasi kuat pada primata bukan antara ukuran kelompok dan ukuran otak, namun antara ukuran kelompok dengan ukuran bagian tertentu otak di neokorteks, yang konsisten dengan hipotesis Machiavelli, karena neokorteks adalah bagian otak yang paling besar peningkatannya pada primata, dan khususnya manusia. Perlu juga dicatat kalau McComb et al (2001) telah menunjukkan kalau diantara para gajah (yang juga memiliki otak yang besar), kecerdasan sosial dan pengetahuan langsung diterjemahkan menjadi kebugaran Darwinian.
http://www.faktailmiah.com/2011/03/13/evolusi-otak.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar